blog follow
Apa yang tak mampu diucapkan oleh lisan, mampu dirasakan oleh hati, dan diterjemahkan melalui tulisan. Selamat bergabung menjadi teman cerita!

Jodoh Pasti Bertamu
Perayaan
Tak Sesederhana Itu
Mutiara Dari Timur
Mekar Setelah Patah
Bukan Konsumsi Publik
Adakalanya
Perempuan Yang Merugi
Tanpa Arah
Kehidupan Setelah Kematian

Skin By : Adam Faiz
Edited By : Me
Colour Code : HTML COLOUR
Big Help : Wanaseoby


Harga Sebuah Nyawa
10 May, 2022 • 0 comment {s}



Hilir mudik berita bahagia di Bulan Syawal, bersahutan juga dengan kabar dukanya. Memberi makna kepada kita, akan siapa yang lebih dahulu menghampiri: pinangan seseorang atau ajal? 

Saat itu salah satu grup What's App sangat riuh dengan masuknya pesan bela sungkawa yang juga diikuti kalimat tahlil dan doa. Saat kubuka, ternyata itu adalah kabar berpulangnya salah satu rekan di grup tersebut. Beberapa hari sebelumnya memang sempat dikabari bahwa rekan tersebut kecelakaan, aku lupa kapannya, jika tak salah ingat hari kedua Idul Fitri. Beliau sempat dioperasi dan rekan yang lain mengajak untuk bergilir menjaga beliau. Selang beberapa hari kemudian, ternyata Allah lebih sayang. Beliau dipanggil ke haribaan-Nya, malam Jumat, setelah diampuninya dosa di Bulan Ramadhan. Ternyata, adiknya tewas di tempat kejadian. 

Sebelumnya, kabar mengenai kecelakaan juga aku dapati dari rekan yang lain, dan setelahnya pun masih kudapati kabar yang sama dengan orang yang berbeda. Mengingatkanku tentang kejadian serupa yang menimpa. 

Kejadian di tanggal 22 April 2022. Saat itu aku pulang buka bersama dengan guru-guru sekolah, aku tak langsung pulang karena turut mengantar bu guru yang sedang hamil ke kosannya, setelah itu aku niatkan untuk mencetak banner kegiatan sosial di tanggal 24. 

Kejadiannya di perempatan jalan raya, setelah belokan. Motor di depanku tiba-tiba saja mengerem dan aku kaget. Sepertinya saat itu aku bawa motor dengan kecepatan cukup tinggi sehingga aku rem keras sekali hingga motorku oleng. Badanku terpelanting dari bahu kanan motor ke aspal jalanan. Kaget dan lemas sekali saat itu. Beberapa orang sigap menghampiri: menolongku yang tertindih motor, mengamankan motor, dan memapahku serta memberi air minum untuk menenangkan. 

"Apa yang dirasa neng?"
"Ada yang luka ga teh?"

Saat itu aku masih seperti suasana linglung, karena masih kaget dengan kejadian yang terjadi beberapa waktu sebelumnya. Kugerakkan kaki, alhamdulillah tidak patah. Sudah cukup membuatku lega dan bersyukur. Tak tahu juga apakah ada luka atau tidak, karena aku tak berani mengeceknya (karena di sana laki-laki semua) sedang tak mungkin aku menyibak kain penutup tubuhku di depan keramaian. Tapi saat itu kakiku terasa perih, kucoba angkat rok sedikit dan melihat kaus kaki, alhamdulillah tak ada darah yg mengucur. Kujawab saja, "Alhamdulillah gapapa pak, mas."

Beberapa bapak di sana menawarkan untuk mengantarku sampai ke kosan, tapi aku tolak. Karena aku rasa masih sanggup membawa motor sendiri. Tapi mas yang mengerem mendadak itu akhirnya menawarkan untuk mengikuti di belakang motorku, dan aku cukupkan saja hingga ke belokan Geger Kalong karena ia harus melanjutkan perjalanan ke Tegalega dan aku rasa, aku masih kuat tanpa perlu diikuti dari belakang. 

Sampai di kosan, ternyata kaus kakiku dan kantong jaketku bolong. Gantungan kunciku lepas semua mungkin karena saking kencangnya benturan.  Kakiku lecet dan memar yang cukup lebar, kuobati dengan minyak but-but andalan:")

Keesokan harinya, tak kusangka, badan terasa remuk redam terutama di bagian kaki, punggung, leher, tangan, perut (semua bagian tubuh itu mah ya:"D). Alhamdulillahnya hari itu libur, aku bisa istirahat seharian, dan sorenya kuberanikan diri mengabarkan orangtua, dan mereka panik:D

---
Sebelum kejadian itu, beberapa kali percobaan maut hampir menghampiriku. 
Saat aku masih di Panorama, sebelum aku belok ke ma'had, aku sudah memberikan lampu sen ke kanan, pun tangan ustadzahku sudah memberi aba-aba bahwa motor akan belok ke kanan. Tapi ternyata dari arah kanan, ada motor dengan kecepatan kencang dan harus mengerem tiba-tiba untuk menghindari tabrakan. Kejadiannya sama seperti kejadianku tadi, motornya oleng dan beliau terlempar ke jalan, untung jalannya sedang sepi. Dan masyaallahnya, motor ma'had (aku dan ustadzah) sama sekali tidak lecet atau tersenggol. Sedang motor pengendara tadi, spionnya sampai pecah dan ibunya luka di tangan. 

Kejadian yang sama terulang lagi, sama persis. Aku sudah memberi sen kanan, tapi motor dari arah belakang melaju dengan sangat kencang. Dan ia pun terjatuh juga. Lagi-lagi, aku dan teman ma'hadku selamat. 

Sejak saat itu, aku merasa bahwa jalanan itu ganas. Berkendara itu ternyata cukup menyeramkan. Begitu juga beberapa kejadian yang lain.
---

Syukur alhamdulillah, Allah masih memberiku keselamatan. Berkali-kali Allah selamatkan, yang buatku berpikir pasti ini karena berkah Alquran, pasti ini karena doa yang dilangitkan dari orang-orang untuk keselamatanku. Dan pasti karena sudah sebegitu baiknya Allah memberi aku kesempatan lagi dan lagi untuk merenungi diri dan bertaubat. 

Coba bayangkan, bagaimana jika kejadian yang pertama kali kuceritakan, di belakangku ada truck yang melaju dengan kencangnya (berhubung itu di jalan raya, yang tak menutup kemungkinan tersebut)? Akan jadi apa aku? Barangkali jasadku sudah takkan lagi berbentuk. Begitu juga kejadian sebelum dan setelahnya, bagaimana jika, bagaimana jika? 

Begitu pula pembicaraan supir bus saat perjalananku kemarin menuju Bandung, tentang berkendara dan ganasnya jalanan bahwasanya, "Dalam berkendara, kita dapat mengambil nyawa orang, atau justru kita yang diambil nyawanya oleh orang lain (semoga pembaca blog ini faham akan maksud sang supir)".

Teringat beberapa nasihat teman tentang caraku berkendara. Ya, pasti aku ada salahnya juga. 

"Aulia, kalau mau berhenti itu ambil sen kiri dulu, jangan langsung berhenti tiba-tiba. Kita gatau di belakang kita apakah ada kendaraan yang lain atau engga?!"

Di waktu yang lain pun aku mendapatkan nasihat perjalanan. 

"Aul, kamu ga sayang nyawa kah?! Kita emang pasti bakalan mati, tapi bukan untuk mati konyol juga!"

"Kalau di belokan itu ga boleh ngebut! Kita gatau di depan kita apakah ada kendaraan atau tidak."

Dsb. Pun aku dibilang "Pebalap Liar". Awalnya aku sebal, tapi ternyata memang itu untuk kebaikanku juga. 

---

Tentang harga sebuah nyawa, takkan bisa dibeli dengan uang sebanyak apapun untuk menghadirkan kembali orang-orang yang telah tiada. Karena kita yakini itu adalah kekuasaan-Nya. 

Tentang harga sebuah nyawa, ada banyak pengorbanan orang tua bagi anaknya. Sejak melahirkan dan dirawatnya hingga dewasa. 

Tentang harga sebuah nyawa, yang jika orang meninggal dapat diberi kesempatan lagi untuk hidup, maka ia akan beramal jariyah sebanyak-banyaknya.

Tentang harga sebuah nyawa, janganlah disia-siakan.


Post a Comment



Older | Newer


Older | Newer