
Orang-orang Besar
07 July, 2022
•
0 comment {s}
"Kamu hidup di dunia, sadar atau tidak, mau atau tidak, kamu sudah pasti harus berhubungan dengan manusia bagaimanapun bentuknya itu."
Manusia itu sangat beragam dan unik sekali. Izinkan aku coba untuk mengelompokkannya menjadi dua bagian: yang menjulang tinggi dan yang berjuang di akar rumput.
Terakhir kali, kapan kamu memasuki bangunan, bangunan super megah? Ah tak usah yang super, kita turunkan lagi saja sesuai dengan yang kalian definisikan. Sekarang, mari kita coba intip ada apa di dalamnya? Ada harta yang berlimpah, kekuasaan, gelar, penghormatan, sanjungan, perlindungan, memiliki banyak relasi dan orang-orang "baik" di sekelilingnya.
Mereka terbiasa tampil di depan khalayak umum. Memasang senyum dan mengenakan pakaian terbaiknya saat diliput kamera. Semua tingkah lakunya harus teratur, atau mungkin lebih tepatnya harus diatur agar pandangan publik terhadapnya senantiasa baik. Merekalah yang biasa kita kenal sebagai pemangku kebijakan atau influencers (orang-orang berpengaruh). Aku lebih suka menyebutnya dengan: orang-orang besar.
Orang-orang besar itu hebat, atas segala pencapaiannya, di balik itu pasti ada perjalanan panjang yang tak mudah. Mereka hebat berbicara, mengemukakan pendapatnya, lampu sorot juga baginya adalah hal yang biasa.
Di saat hidupnya kembali dalam mode normal, ketika lampu-lampu sorot itu dimatikan, kudapati mereka ke dalam dua pilihan jalan kehidupan: ia yang berbanding terbalik dengan apa yang dicitrakannya dan ia yang semakin mulia dalam segala kerahasiaannya.
Dalam padamnya lampu sorot, ada mereka, orang-orang besar yang tetap gila penghormatan. Mereka merasa mulia atas segala keunggulannya dari manusia lain. Mereka hanya bisa merasa "Paling" dan menuntut orang lain dengan dalih: "Saya adalah tuan anda, saya menggaji anda, hidup anda bergantung pada saya."
Mereka merasa sempurna, menaikkan sudut salah satu matanya, menatap sinis, jijik, atau mungkin menghardik orang yang ia nilai jauh di bawahnya.
Ada juga orang-orang yang atas kemuliaan dan kelebihannya, tak justru membuatnya menjadi apa-apa. Baginya ia hanyalah hamba Tuhannya, bukan siapa-siapa. Yang dalam padamnya lampu sorot itu, ia menyalami satu persatu orang yang dianggap rendah oleh orang lain. Aku pernah bertemu orang seperti itu.
Dalam ketinggian jabatannya, dalam keilmuannya, justru tak melunturkan keluhurannya. Dengan segala kelebihannya, tak segan ia keluarkan all out untuk membantu orang lain, lagi-lagi tanpa merasa superior. Kelebihannya dijadikan alat untuk semakin banyak beramal, memberi dampak kemashlahatan bagi orang banyak. Amanahnya sangat berat, apalagi urusannya dalam menjaga niat.
Aktivitasnya tetap sinkron, dengan atau tanpa menyalanya lampu sorot. Manusia-manusia seperti itu langka, dan selalu membuatku terkagum atas segala amal rahasianya.
Mereka-mereka itu hidup dalam tepuk tangan orang-orang yang riuh meneriakkan segala budinya, juga kilatan cahaya yang penuh warna, serta liputan media.
Selain itu semua, ada juga manusia-manusia invisible, yang mungkin tak dikelilingi oleh harta benda, pujian, maupun gelar kehormatan. Yang kehadirannya mungkin hanya dianggap sebelah mata, tapi selalu dirindukan saat tiada. Ya. Mereka itu adalah para pejuang akar rumput.
Setiap manusia diberikan keleluasaan untuk memberikan kontribusinya. Ia memilih untuk membenahi akar-akar yang kerap tumbuh bercecabang tak semestinya, ia berantas hama-hama yang mencuri nutrisi bagi perkembangan tanaman-tanamannya. Apa yang paling kentara dari mereka? Bagiku adalah keikhlasannya yang menurutku justru itulah keluhuran budi pekertinya.
Ia senantiasa membantu orang lain tak peduli ada atau tidak kamera untuk meliputnya. Kebanyakan dari mereka tak menyukai itu, karena bagi mereka itu hanyalah perusak niat dalam beramal. Hartanya mungkin tak banyak, bahkan ia juga mungkin pas-pasan dalam mempertahankan hidupnya, tapi prinsipnya: "Dalam keadaan sulitpun, justru kita harus tetap berbagi." karena bagi mereka itu adalah kunci. Semakin banyak kesulitannya, harus semakin besar lagi pengorbanan yang diberikan.
Kebanyakan dari mereka yang pernah aku temui, hampir tak pernah berbangga hati atas jasanya menolong orang lain. Bagi mereka, itu layaknya kebiasaan harian yang mereka senantiasa berpindah dari kebaikan satu ke kebaikan lainnya tanpa perlu berleha mengingat segala jasa kebaikannya, tanpa perlu diakui segala perbuatan baiknya di hadapan orang lain.
Mereka sangat membumi, tapi untuk urusan amal, kita tak tahu pos-pos kebaikan mana saja yang telah ia isi, siapa saja orang-orang yang diberi pertolongan saat dalam kondisi "sekaratnya".
Bersyukurlah, orang-orang ini mungkin tak dikenal di dunia, dipandang sebelah mata, hina, atau rendah. Tapi justru merekalah yang mampu mengetuk pintu hati orang lain atas segala kebaikannya, bukan hanya omong kosong semata. Dan aku curiga, mereka-mereka inilah yang senantiasa didoakan dan mendoakan orang lain diam-diam, hingga malaikat mengaamiinkan, "Dan untukmu juga, segala kebaikan yang didoakan."
Lalu tipe manusia manakah yang akan kau jadikan pilihan untuk terus mengarungi kehidupan ini?
Menjadi sosok orang besar yang hanya mengamankan citra dirinya di depan publik, tak lebih, menjadi sosok orang besar yang dengan kelebihannya justru mampu memberikan banyak kebermanfaatan, atau lebih memilih untuk menjadi pejuang akar rumput yang tak banyak dikenal orang namun mampu memperbaiki dan menebar banyak benih-benih kebaikan?
Terlepas dari itu semua, semua manusia sama derajatnya di sisi Allah dan yang membedakan kemuliaannya hanya terletak pada ketaqwaannya, "Inna akramakum 'indallaahi atqaakum"
Bagaimanapun jalan yang hendak kau pilih itu, semoga dan semoga kita selalu dalam kebaikan yang sama.
Dua hari kemarin, aku diingatkan bahwa segala kebaikan itu bersumber dan bermuara ke Allah. Kita punya role model terbaik itu, manusia mulia, Rasulullah SAW.
"Kamu hidup di dunia, sadar atau tidak, mau atau tidak, kamu sudah pasti harus berhubungan dengan manusia bagaimanapun bentuknya itu."
Manusia itu sangat beragam dan unik sekali. Izinkan aku coba untuk mengelompokkannya menjadi dua bagian: yang menjulang tinggi dan yang berjuang di akar rumput.
Terakhir kali, kapan kamu memasuki bangunan, bangunan super megah? Ah tak usah yang super, kita turunkan lagi saja sesuai dengan yang kalian definisikan. Sekarang, mari kita coba intip ada apa di dalamnya? Ada harta yang berlimpah, kekuasaan, gelar, penghormatan, sanjungan, perlindungan, memiliki banyak relasi dan orang-orang "baik" di sekelilingnya.
Mereka terbiasa tampil di depan khalayak umum. Memasang senyum dan mengenakan pakaian terbaiknya saat diliput kamera. Semua tingkah lakunya harus teratur, atau mungkin lebih tepatnya harus diatur agar pandangan publik terhadapnya senantiasa baik. Merekalah yang biasa kita kenal sebagai pemangku kebijakan atau influencers (orang-orang berpengaruh). Aku lebih suka menyebutnya dengan: orang-orang besar.
Orang-orang besar itu hebat, atas segala pencapaiannya, di balik itu pasti ada perjalanan panjang yang tak mudah. Mereka hebat berbicara, mengemukakan pendapatnya, lampu sorot juga baginya adalah hal yang biasa.
Di saat hidupnya kembali dalam mode normal, ketika lampu-lampu sorot itu dimatikan, kudapati mereka ke dalam dua pilihan jalan kehidupan: ia yang berbanding terbalik dengan apa yang dicitrakannya dan ia yang semakin mulia dalam segala kerahasiaannya.
Dalam padamnya lampu sorot, ada mereka, orang-orang besar yang tetap gila penghormatan. Mereka merasa mulia atas segala keunggulannya dari manusia lain. Mereka hanya bisa merasa "Paling" dan menuntut orang lain dengan dalih: "Saya adalah tuan anda, saya menggaji anda, hidup anda bergantung pada saya."
Mereka merasa sempurna, menaikkan sudut salah satu matanya, menatap sinis, jijik, atau mungkin menghardik orang yang ia nilai jauh di bawahnya.
Ada juga orang-orang yang atas kemuliaan dan kelebihannya, tak justru membuatnya menjadi apa-apa. Baginya ia hanyalah hamba Tuhannya, bukan siapa-siapa. Yang dalam padamnya lampu sorot itu, ia menyalami satu persatu orang yang dianggap rendah oleh orang lain. Aku pernah bertemu orang seperti itu.
Dalam ketinggian jabatannya, dalam keilmuannya, justru tak melunturkan keluhurannya. Dengan segala kelebihannya, tak segan ia keluarkan all out untuk membantu orang lain, lagi-lagi tanpa merasa superior. Kelebihannya dijadikan alat untuk semakin banyak beramal, memberi dampak kemashlahatan bagi orang banyak. Amanahnya sangat berat, apalagi urusannya dalam menjaga niat.
Aktivitasnya tetap sinkron, dengan atau tanpa menyalanya lampu sorot. Manusia-manusia seperti itu langka, dan selalu membuatku terkagum atas segala amal rahasianya.
Mereka-mereka itu hidup dalam tepuk tangan orang-orang yang riuh meneriakkan segala budinya, juga kilatan cahaya yang penuh warna, serta liputan media.
Selain itu semua, ada juga manusia-manusia invisible, yang mungkin tak dikelilingi oleh harta benda, pujian, maupun gelar kehormatan. Yang kehadirannya mungkin hanya dianggap sebelah mata, tapi selalu dirindukan saat tiada. Ya. Mereka itu adalah para pejuang akar rumput.
Setiap manusia diberikan keleluasaan untuk memberikan kontribusinya. Ia memilih untuk membenahi akar-akar yang kerap tumbuh bercecabang tak semestinya, ia berantas hama-hama yang mencuri nutrisi bagi perkembangan tanaman-tanamannya. Apa yang paling kentara dari mereka? Bagiku adalah keikhlasannya yang menurutku justru itulah keluhuran budi pekertinya.
Ia senantiasa membantu orang lain tak peduli ada atau tidak kamera untuk meliputnya. Kebanyakan dari mereka tak menyukai itu, karena bagi mereka itu hanyalah perusak niat dalam beramal. Hartanya mungkin tak banyak, bahkan ia juga mungkin pas-pasan dalam mempertahankan hidupnya, tapi prinsipnya: "Dalam keadaan sulitpun, justru kita harus tetap berbagi." karena bagi mereka itu adalah kunci. Semakin banyak kesulitannya, harus semakin besar lagi pengorbanan yang diberikan.
Kebanyakan dari mereka yang pernah aku temui, hampir tak pernah berbangga hati atas jasanya menolong orang lain. Bagi mereka, itu layaknya kebiasaan harian yang mereka senantiasa berpindah dari kebaikan satu ke kebaikan lainnya tanpa perlu berleha mengingat segala jasa kebaikannya, tanpa perlu diakui segala perbuatan baiknya di hadapan orang lain.
Mereka sangat membumi, tapi untuk urusan amal, kita tak tahu pos-pos kebaikan mana saja yang telah ia isi, siapa saja orang-orang yang diberi pertolongan saat dalam kondisi "sekaratnya".
Bersyukurlah, orang-orang ini mungkin tak dikenal di dunia, dipandang sebelah mata, hina, atau rendah. Tapi justru merekalah yang mampu mengetuk pintu hati orang lain atas segala kebaikannya, bukan hanya omong kosong semata. Dan aku curiga, mereka-mereka inilah yang senantiasa didoakan dan mendoakan orang lain diam-diam, hingga malaikat mengaamiinkan, "Dan untukmu juga, segala kebaikan yang didoakan."
Lalu tipe manusia manakah yang akan kau jadikan pilihan untuk terus mengarungi kehidupan ini?
Menjadi sosok orang besar yang hanya mengamankan citra dirinya di depan publik, tak lebih, menjadi sosok orang besar yang dengan kelebihannya justru mampu memberikan banyak kebermanfaatan, atau lebih memilih untuk menjadi pejuang akar rumput yang tak banyak dikenal orang namun mampu memperbaiki dan menebar banyak benih-benih kebaikan?
Terlepas dari itu semua, semua manusia sama derajatnya di sisi Allah dan yang membedakan kemuliaannya hanya terletak pada ketaqwaannya, "Inna akramakum 'indallaahi atqaakum"
Bagaimanapun jalan yang hendak kau pilih itu, semoga dan semoga kita selalu dalam kebaikan yang sama.
Dua hari kemarin, aku diingatkan bahwa segala kebaikan itu bersumber dan bermuara ke Allah. Kita punya role model terbaik itu, manusia mulia, Rasulullah SAW.
Post a Comment