blog follow
Apa yang tak mampu diucapkan oleh lisan, mampu dirasakan oleh hati, dan diterjemahkan melalui tulisan. Selamat bergabung menjadi teman cerita!

Menjadi Hujan
Bandung
Melihat Lebih Dekat
Catatan Akhir Pekan
Mendaki Ke Langit
Sepilihan Sajak - SDD
Mata Air Kehidupan
Guru
Harga Sebuah Nyawa
Jodoh Pasti Bertamu

Skin By : Adam Faiz
Edited By : Me
Colour Code : HTML COLOUR
Big Help : Wanaseoby


Si Tukang Curhat
01 July, 2022 • 0 comment {s}


Kita tak tahu seberat dan semenyesakkan apa kehidupan orang lain. Pun kehidupan sendiri, mungkin tak jauh lebih mudah. Ketika mulut kelu untuk berbicara, air mata adalah penyampainya.

Tak perlu juga bersusah payah menjelaskan apa yang sedang menjadi musibahmu di hadapan orang lain. Menurutku, tak semua orang yang kamu kenal dan kamu ceritakan akan merasakan apa yang kamu rasakan. Mereka tidak menjalaninya, mereka hanya bisa mendengar. Syukur itupun jika mereka mau mendengar dengan baik, berempati, hingga memberi solusi. Banyaknya, orang-orang yang kerap kau temui tak seperti itu. 

Dengan membawa masalahmu kepada orang lain, mereka malah menghukummu, membandingkan masalahnya dengan masalahmu, "Masalahmu tak jauh lebih berat dari diriku" dan berbagai macam toxic positivity yang lain. Ternyata tentang isu kepercayaan, adalah salah satu momok yang cukup menyeramkan bagiku. 

Aku tahu, siapa orang yang benar-benar peduli dan hanya sekadar ingin tahu saja. Keterbukaanku hanya pada orang-orang tertentu saja. Aku belajar dari hidup, tak semua orang mampu menjaga rahasia dan mendengar dengan baik. Aku tak mudah percaya dengan orang baru, hanya satu dua dari temanku, tak banyak. Tapi satu dua itu pun tak semuanya tahu tentang siapa sebenarnya aku dan bagaimana keadaan yang sesungguhnya. 

Bukan hanya aku yang seperti itu, kebanyakan orang juga mungkin seperti itu. Manusia hanya ingin menampilkan kondisi terbaik dari hidupnya, padahal kenyataannya, hidup tak selalu semulus itu. 

Tentang tempat berbagi, siapakah tempat itu?
Saat tak ada siapapun yang mampu memahami dan mendengar dengan baik, selalu ada Ia dalam kesunyian malam-Nya, selalu ada Ia dalam kedalaman hati hamba-Nya, juga mungkin tulisannya, atau cucur air mata. Menangislah, tak apa, perasaanmu itu valid bagaimanapun bentuknya. Jangan memungkirinya. 

Saat logika tak lagi mampu menawarkan jawaban, aku yakin perasaanmu sudah cukup terkoyak dengan segala realitanya. Mungkin ini waktunya, untuk tak lagi andalkan kemampuan sebagai manusia? Mungkin itulah ranah yang Maha Kuasa. 

Untukmu, wahai tukang curhat... 

It's okay to not be okay. Aku percaya, kamu kuat. Toh hujan badai di waktu sebelumnya, berhasil kau lalui, maka ombak besar di pertemuan berikutnya juga mampu kau taklukkan, bukan? :)



Post a Comment



Older | Newer


Older | Newer