
Tangan-tangan Mungil
17 August, 2022
•
0 comment {s}
"Dek Aul, tau ga? Biasanya anak-anak SD dan SMP itu cenderung lebih tulus ke kita (sebagai guru)", perkataan tersebut dilontarkan dari seorang kakak kelasku.
Dunia anak-anak itu adalah dunia bermain yang menyenangkan. Katanya, kita harus mampu menyelami dunianya. Belum ada satu tahun aku mengajar, tapi ya ternyata memang benar.
Anak-anak itu suka diperlakukan dengan baik, sebagaimana juga orang dewasa. Justru mereka lah yang paling pertama untuk diberikan perlakuan yang lembut, dukungan yang baik, agar mereka merasa dunia ini aman, agar mereka mampu mengoptimalkan setiap potensinya.
Anak-anak itu nampaknya paham dengan isi hati orang dewasa yang sedang bersamanya, terkhusus mungkin para bayi.
Mengamati tentang mereka, baik itu adik-adikku sendiri maupun anak didikku, pun mungkin mengingat pengalaman-pengalaman di masa kecilku membuatku tersadar bahwa mereka itu harus diberikan kasih sayang yang sama. Anak-anak itu polos, hatinya bersih, dan yang pasti mereka itu peniru ulung.
Berkaca dari anak didikku yang cukup banyak dengan beragam karakternya masing-masing. Aku tak pernah memaksa mereka untuk ahli dalam matematika, tidak sama sekali. Tapi aku hanya ingin mereka enjoy dalam belajar, mereka tak takut lagi walaupun mungkin merasa kesulitan. Bagiku itu adalah hal yang wajar.
Aku teringat ketika masa sekolah dahulu yang sangat senang ketika bertemu guru dan menyapanya dengan takzim. Kini, aku di posisi guru tersebut. Anak-anak didikku menyambutku dengan salam takzim yang serupa. Mereka unik. Sangat unik.
Ada yang kudapati amat pendiam namun santun, ada pula yang sangat aktif lagi cerdas, ada pula yang pasif dan sulit memahami materi yang diajarkan namun ketika bertemu denganku senyumnya selalu mengembang dari kedua bibirnya. Anak itu malah senang saat aku masuk ke kelas walaupun saat kunilai hasil pekerjaannya banyak yang tidak beres, tapi aku tak tega untuk mematikan semangatnya begitu saja.
Ada pula siswa "trouble maker" selalu membuat gaduh kelas dan terkesan sulit diatur, tapi saat diberi penjelasan dan latihan, suaranya amat kencang menjawab pertanyaan-pertanyaanku. Ia tertib saat waktunya belajar.
Ada pula yang setiap bersalaman denganku, mengecup takzim punggung tanganku berkali-kali. Katanya tak afdhol kalau belum 7 kali bahkan 15 kali. Akhirnya ku stop saja karena ya tau sendiri lah ya :D
Ada pula yang tak bersemangat saat pelajaran matematika, namun entah mengapa akhir-akhir ini sifatnya mendadak berubah. Ia mengakui kalau ia tak terlalu pandai dalam matematika, setelah itu ia membuka kedua tangannya, dan hambur memelukku di depan kelas. Ia yang tadinya lesu tak bersemangat entah mengapa lebih sering mengembangkan senyumnya akhir-akhir ini.
Ada pula anak-anak yang selalu bersemangat diberikan tugas tambahan di rumah, atau tes tulis berkedok games yang membuat otak mereka panas. Ada yang kalem namun selalu jadi peringkat pertama dalam mata pelajaranku. Ada juga yang rajin sekali memberiku cokelat. Ada yang gigih belajar, walaupun tak dengan mudah ia langsung menemukan aha momentnya. Semua memang butuh proses kan?
Kata mereka, aku baik. Padahal mereka tak tahu bagaimana karakter asliku:')
Mereka tak tahu bagaimana aku harus menarik napas panjang dan mengembuskannya saat kelas gaduh, begitu juga saat mereka tak dengan cepat memahami apa yang aku sampaikan hingga kuulang beberapa kali.
Ada pula mereka yang justru meminta soal dengan tingkatan yang lebih sulit dari teman-temannya yang lain, ada juga yang diam-diam menangis di pojok masjid setelah kajian kemuslimahan waktu itu usai. Tentang perempuan, tak banyak tanya yang harus dilontarkan saat ia dalam keadaan emosional. Mungkin cukup didengarkan, atau tepukan pada punggungnya tanda penguatan.
Manusia itu memang ingin diperlakukan dengan lembut bukan? Mereka senang diapresiasi, diberi perhatian. Dan satu yang aku yakini, apa yang diberikan dari hati, maka akan sampai ke hati pula. Walau mulut kita terkunci, diam seribu bahasa, tapi seperti hatilah yang berbicara.
Ajari aku cara mengucapkan salam perpisahan. Ya, aku pasti akan sangat merindukan itu nantinya.
Baik itu adik-adikku maupun anak didikku, jalan mereka masih panjang. Asa mereka harus selalu berkobar. Aku, ingin menjadi bagian dalam rangka mewujudkan mimpi-mimpi itu setinggi apapun.
Maafkan kakak juga gurumu ini jika belum bisa memberikan ikhtiar yang maksimal, teladan yang paling baik, pun teguran yang mungkin pernah menyakiti. Tapi satu yang harus diingat, kakak tak ingin menjerumuskan adiknya, begitu juga guru bagi murid-muridnya. Adalah suatu kebahagiaan, jika dapat mengantarkan hingga ke gerbang kesuksesan yang memberi kebermanfaatan.
Apakah itu yang dinamakan dengan peran?
"Dek Aul, tau ga? Biasanya anak-anak SD dan SMP itu cenderung lebih tulus ke kita (sebagai guru)", perkataan tersebut dilontarkan dari seorang kakak kelasku.
Dunia anak-anak itu adalah dunia bermain yang menyenangkan. Katanya, kita harus mampu menyelami dunianya. Belum ada satu tahun aku mengajar, tapi ya ternyata memang benar.
Anak-anak itu suka diperlakukan dengan baik, sebagaimana juga orang dewasa. Justru mereka lah yang paling pertama untuk diberikan perlakuan yang lembut, dukungan yang baik, agar mereka merasa dunia ini aman, agar mereka mampu mengoptimalkan setiap potensinya.
Anak-anak itu nampaknya paham dengan isi hati orang dewasa yang sedang bersamanya, terkhusus mungkin para bayi.
Mengamati tentang mereka, baik itu adik-adikku sendiri maupun anak didikku, pun mungkin mengingat pengalaman-pengalaman di masa kecilku membuatku tersadar bahwa mereka itu harus diberikan kasih sayang yang sama. Anak-anak itu polos, hatinya bersih, dan yang pasti mereka itu peniru ulung.
Berkaca dari anak didikku yang cukup banyak dengan beragam karakternya masing-masing. Aku tak pernah memaksa mereka untuk ahli dalam matematika, tidak sama sekali. Tapi aku hanya ingin mereka enjoy dalam belajar, mereka tak takut lagi walaupun mungkin merasa kesulitan. Bagiku itu adalah hal yang wajar.
Aku teringat ketika masa sekolah dahulu yang sangat senang ketika bertemu guru dan menyapanya dengan takzim. Kini, aku di posisi guru tersebut. Anak-anak didikku menyambutku dengan salam takzim yang serupa. Mereka unik. Sangat unik.
Ada yang kudapati amat pendiam namun santun, ada pula yang sangat aktif lagi cerdas, ada pula yang pasif dan sulit memahami materi yang diajarkan namun ketika bertemu denganku senyumnya selalu mengembang dari kedua bibirnya. Anak itu malah senang saat aku masuk ke kelas walaupun saat kunilai hasil pekerjaannya banyak yang tidak beres, tapi aku tak tega untuk mematikan semangatnya begitu saja.
Ada pula siswa "trouble maker" selalu membuat gaduh kelas dan terkesan sulit diatur, tapi saat diberi penjelasan dan latihan, suaranya amat kencang menjawab pertanyaan-pertanyaanku. Ia tertib saat waktunya belajar.
Ada pula yang setiap bersalaman denganku, mengecup takzim punggung tanganku berkali-kali. Katanya tak afdhol kalau belum 7 kali bahkan 15 kali. Akhirnya ku stop saja karena ya tau sendiri lah ya :D
Ada pula yang tak bersemangat saat pelajaran matematika, namun entah mengapa akhir-akhir ini sifatnya mendadak berubah. Ia mengakui kalau ia tak terlalu pandai dalam matematika, setelah itu ia membuka kedua tangannya, dan hambur memelukku di depan kelas. Ia yang tadinya lesu tak bersemangat entah mengapa lebih sering mengembangkan senyumnya akhir-akhir ini.
Ada pula anak-anak yang selalu bersemangat diberikan tugas tambahan di rumah, atau tes tulis berkedok games yang membuat otak mereka panas. Ada yang kalem namun selalu jadi peringkat pertama dalam mata pelajaranku. Ada juga yang rajin sekali memberiku cokelat. Ada yang gigih belajar, walaupun tak dengan mudah ia langsung menemukan aha momentnya. Semua memang butuh proses kan?
Kata mereka, aku baik. Padahal mereka tak tahu bagaimana karakter asliku:')
Mereka tak tahu bagaimana aku harus menarik napas panjang dan mengembuskannya saat kelas gaduh, begitu juga saat mereka tak dengan cepat memahami apa yang aku sampaikan hingga kuulang beberapa kali.
Ada pula mereka yang justru meminta soal dengan tingkatan yang lebih sulit dari teman-temannya yang lain, ada juga yang diam-diam menangis di pojok masjid setelah kajian kemuslimahan waktu itu usai. Tentang perempuan, tak banyak tanya yang harus dilontarkan saat ia dalam keadaan emosional. Mungkin cukup didengarkan, atau tepukan pada punggungnya tanda penguatan.
Manusia itu memang ingin diperlakukan dengan lembut bukan? Mereka senang diapresiasi, diberi perhatian. Dan satu yang aku yakini, apa yang diberikan dari hati, maka akan sampai ke hati pula. Walau mulut kita terkunci, diam seribu bahasa, tapi seperti hatilah yang berbicara.
Ajari aku cara mengucapkan salam perpisahan. Ya, aku pasti akan sangat merindukan itu nantinya.
Baik itu adik-adikku maupun anak didikku, jalan mereka masih panjang. Asa mereka harus selalu berkobar. Aku, ingin menjadi bagian dalam rangka mewujudkan mimpi-mimpi itu setinggi apapun.
Maafkan kakak juga gurumu ini jika belum bisa memberikan ikhtiar yang maksimal, teladan yang paling baik, pun teguran yang mungkin pernah menyakiti. Tapi satu yang harus diingat, kakak tak ingin menjerumuskan adiknya, begitu juga guru bagi murid-muridnya. Adalah suatu kebahagiaan, jika dapat mengantarkan hingga ke gerbang kesuksesan yang memberi kebermanfaatan.
Apakah itu yang dinamakan dengan peran?
Post a Comment