
Cemas Berlebih
16 December, 2022
•
0 comment {s}
Aku tak tahu entah kapan penyakit ini mulai muncul. Sepertinya, sejak sekolah dasar dan entah apa yang melatarbelakanginya.
Cemas, khawatir, dan ketakutan yang berlebih itu sangat memusingkan. Kondisi tersebut memaksa kita untuk menyiapkan segala antisipasinya, bukan tentang visioner. Ini lebih parah dari itu, bahkan yang menurut orang tak penting sekalipun turut ikut meramaikan.
Riuh, rumit, dan berisik apalagi jika ditambah cemas yang lalu menjelma panik.
"Bagaimana jika aku... ?"
"Bagaimana kalau nanti aku... ?"
"Apakah aku bisa melalui ini ?"
"Kepalaku sakit dari segala penjuru arah. Bising. Bising sekali. Aku lelah!"
Cemas, panik, khawatir, dan ketakutan berlebih justru yang menghancurkan dirimu sendiri. Entah sudah berapa puluh kali kamu mengalaminya, namun tak juga kunjung berubah?
Bukankah ini tentang prasangkamu terhadap-Nya? Tentang segala yang ditetapkan-Nya. Tentang menerima dan ridha akan takdir. Harusnya tak perlu risau, karena kamu punya Allah.
Kadang pikiran kita yang terlalu berisik, padahal yang harus dilakukan adalah dengan mengambil langkah dan menjalaninya, sudah itu saja.
Toh kepusingan, kebingungan, khawatir, dan cemas sebelumnya telah berhasil diselesaikan, kan?
Mau bagaimanapun, mau tak mau, waktu membawamu untuk terus berlari, menghadapi hingga tuntas. Bukan untuk menghindarinya.
Menurutku, kamu sudah sangat berani untuk itu. Berani mengambil langkah walaupun penuh ketakutan, menjalani prosesnya walaupun tak jarang harus terseok, jatuh, dan bangkit lagi, hingga kamu mampu menuntaskannya dengan akhir yang baik. Hebat! Kamu bisa menenangkan dan mengajak dirimu untuk tidak menyerah dan terus berproses.
Kegamangan itu, mungkin kerap kali muncul walau keputusan sudah dipilih.
Namun bukankah,
"Apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah."
Jalani saja tiap prosesnya, nikmati saja hingga akhirnya kau mampu menyelesaikannya. Setelah itu, jangan lupa berpindah ke urusan berikutnya.
Kamu hebat! Semoga bisa menjadi pelajaran yang berharga ya!
Aku tak tahu entah kapan penyakit ini mulai muncul. Sepertinya, sejak sekolah dasar dan entah apa yang melatarbelakanginya.
Cemas, khawatir, dan ketakutan yang berlebih itu sangat memusingkan. Kondisi tersebut memaksa kita untuk menyiapkan segala antisipasinya, bukan tentang visioner. Ini lebih parah dari itu, bahkan yang menurut orang tak penting sekalipun turut ikut meramaikan.
Riuh, rumit, dan berisik apalagi jika ditambah cemas yang lalu menjelma panik.
"Bagaimana jika aku... ?"
"Bagaimana kalau nanti aku... ?"
"Apakah aku bisa melalui ini ?"
"Kepalaku sakit dari segala penjuru arah. Bising. Bising sekali. Aku lelah!"
Cemas, panik, khawatir, dan ketakutan berlebih justru yang menghancurkan dirimu sendiri. Entah sudah berapa puluh kali kamu mengalaminya, namun tak juga kunjung berubah?
Bukankah ini tentang prasangkamu terhadap-Nya? Tentang segala yang ditetapkan-Nya. Tentang menerima dan ridha akan takdir. Harusnya tak perlu risau, karena kamu punya Allah.
Kadang pikiran kita yang terlalu berisik, padahal yang harus dilakukan adalah dengan mengambil langkah dan menjalaninya, sudah itu saja.
Toh kepusingan, kebingungan, khawatir, dan cemas sebelumnya telah berhasil diselesaikan, kan?
Mau bagaimanapun, mau tak mau, waktu membawamu untuk terus berlari, menghadapi hingga tuntas. Bukan untuk menghindarinya.
Menurutku, kamu sudah sangat berani untuk itu. Berani mengambil langkah walaupun penuh ketakutan, menjalani prosesnya walaupun tak jarang harus terseok, jatuh, dan bangkit lagi, hingga kamu mampu menuntaskannya dengan akhir yang baik. Hebat! Kamu bisa menenangkan dan mengajak dirimu untuk tidak menyerah dan terus berproses.
Kegamangan itu, mungkin kerap kali muncul walau keputusan sudah dipilih.
Namun bukankah,
"Apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah."
Jalani saja tiap prosesnya, nikmati saja hingga akhirnya kau mampu menyelesaikannya. Setelah itu, jangan lupa berpindah ke urusan berikutnya.
Kamu hebat! Semoga bisa menjadi pelajaran yang berharga ya!
Post a Comment