blog follow
Apa yang tak mampu diucapkan oleh lisan, mampu dirasakan oleh hati, dan diterjemahkan melalui tulisan. Selamat bergabung menjadi teman cerita!

Goyah
Hidup Bersama Alquran
Komersialisasi Pendidikan
Cemas Berlebih
Kejutan
Maha Baik Allah
Bulan Ke-12
Memilih
Surat Untuk Lelaki Teduh
HGN 2022

Skin By : Adam Faiz
Edited By : Me
Colour Code : HTML COLOUR
Big Help : Wanaseoby


Topeng dan Polesan
26 December, 2022 • 0 comment {s}


Ternyata memang manusia itu bertopeng ya.
Mereka membangun citra. Tapi katanya, semakin tinggi citra yang dibangun, justru bukannya semakin merasa hebat, malah dihantui oleh rasa ketakutan. Takut dirinya yang asli, malah compang camping tak karuan.

Seberapa besarpun usaha yang kamu lakukan untuk terlihat apa adanya, tanpa polesan, tetap saja ada hal yang kamu tutupi yang tak ingin diketahui oleh orang lain. Hal-hal yang kamu rasa itu sebagai aib, kekurangan, ketidaksempurnaan, kejelekan, apapun namanya itu. Yang untuk menutupinya adalah dengan polesan dan topeng.

Nampaknya riasan wajah sangat mampu menjadi contoh nyata tentang bahasan topeng ini. Wanita memang suka berhias. Mereka merias diri khususnya wajah untuk terlihat lebih percaya diri, jika ia butuh asupan lebih dari kata percaya diri bukankah justru ia merasa tanpa hal tersebut membuatnya tak percaya diri? 

Berarti ada hal yang dirasa sebagai kekurangannya yang ia harus perbaiki? Jika tak bisa diperbaki, maka dapat didempul dengan topeng dan riasan yang makin tebal? Setidaknya, topeng itu menyamarkan, syukur-syukur malah mampu menutupi kekurangan tersebut.

Topeng
Dan
Ruang privasi.

Mustahil kita menolak pernyataan bahwa dalam hidupnya manusia selalu mengenakan topeng. Itu kebohongan. Ia tak mau mengakuinya.

Akui saja. Dalam berkehidupan dengan orang lain, secara sadar maupun tidak, manusia memang mengenakan topeng yang dirasa tepat: memilah dan menempatkan topeng tersebut.

Topeng
Dan
Ruang Privasi.

Ruang privasi itu ada, saat kita lepaskan topeng-topeng yang semakin menebal dan melekat kian erat. Ruang privasi itu ada dalam dirimu yang juga tak luput diketahui Tuhan, sedalam apapun luka yang tergali dan membuatmu menutupnya dengan polesan topeng.

Lalu, apakah aku manusia munafik yang tak hanya bermuka dua melainkan banyak polesan di sana-sini?

Tidak, kamu bukanlah itu.

Tak semua urusan itu mampu diumbar, mereka hanya menonton pertunjukan hidupmu, kamulah yang memerankannya.

Jikapun luka yang dalam itu tetap ada, jikapun air mata itu tetap tumpah, jikapun badai dalam dirimu tetap berkecamuk, itu tak apa. 

Tapi percayalah, kelak memang kamu akan dikaruniakan teman oleh Tuhan, yang bukan hanya menikmati indahnya opera hidupmu yang penuh dengan senyuman dan tepuk tangan, namun justru ia yang saat kau buka topengmu itu, tak membelalakkan mata, malah membasuh dengan lembut segala luka. Walau di balik topengmu itu, ia dapati dirimu yang penuh lebam dan luka yang sangat dalam. Ia juga yang mampu mengusap segala tangis yang membanjiri wajah di balik topeng itu.

Ia yang merengkuhmu, mengajakmu untuk mampu berdiri, walaupun di balik layar, walaupun ia tak ikut dalam pertunjukan. Karena ia tahu, mau bagaimanapun keadaannya, pertunjukan harus terus berjalan dan topeng itu harus kembali dikenakan.

---

Apakah topeng itu sebagai alat untuk memanipulasi dan bertabur kebohongan? Atau justru topeng itu adalah bentuk kebaikan yang malah menjadi kebiasaan?

---

Sdrj, 26/12



Post a Comment



Older | Newer


Older | Newer