
Berbeda
14 March, 2023
•
0 comment {s}
Kondisi tiap orang itu berbeda.
Ada yang dilebihkan dalam banyak aspek dalam hidupnya, tapi ada juga ujian di aspek yang lainnya.
Itu memang sudah ketetapan-Nya, kan?
Segala suka dan duka, dipergilirkan.
Karena kondisi tiap orang yang berbeda, maka tak perlulah untuk menjadikan pembandingnya.
Ada yang mampu meniti pendidikan lanjut di usia sekian, namun ada yang masih meniti karir atau merintis bisnis yang masih sangat muda, menjadi tulang punggung keluarganya, bahkan, ada juga yang belum Allah beri kesempatan untuk memiliki penghasilan.
Dewasa ini, kondisi ideal itu bukan lagi menjadi acuan hidup seseorang (namun memang mungkin masih bisa diupayakan). Melainkan justru, ketidakidealan itulah yang membuat seseorang itu merasa lebih hidup.
Perjalanan tak melulu melewati jalan yang panjang dan lurus tanpa hambatan. Jalan tol sekalipun, ia memiliki kelokan dan tanjakan, pun tak selamanya melewati jalan tol, adakalanya ia melewati jalan pegunungan yang dipenuhi oleh kerikil dan tebing curam.
Standar kebahagiaan tiap manusia-pun berbeda. Kebahagiaan adalah justru saat hatimu merasa lapang, ada hal yang hanya mampu dirasakan oleh orang tersebut yang mungkin tak mampu dirasakan orang lain dengan kondisi yang sama.
Semuanya, relatif.
Tidak ada parameter baku atas itu melainkan hanya taqwa-lah sebagai parameter atas kesuksesan negeri akhirat kelak.
Ingatlah selalu perkataan ustadzah waktu itu,
"Aul, nikmati saja prosesnya. Kita tak bisa menyamakan pencapaian kita dengan orang lain, karena start tiap orang pun berbeda. Jangan sampai justru hal tersebut yang buatmu patah semangat, dan malah buat tidak bersyukur."
"Manusia itu selalu dihadapkan dengan dua: sabar dan syukur. Jika ia ditimpa musibah apakah ia mampu bersabar dan tetap bersyukur? Jika ia diberi nikmat, apakah ia mampu untuk terus bersyukur dan tetap bersabar akan segala ujian hati?"
Ah ya, manusia-manusia yang pernah aku temui mungkin bukan manusia ambisius, tapi mereka konsisten atas perubahannya dari hari ke hari.
Satu lagi, mereka sangat tawadhu padahal aku tahu sekali kalau keilmuan yang mereka punya sudah sangat tinggi. Tapi selalu tutur dan sikapnya, tak pernah mencerminkan keangkuhan akan apapun. Yang diyakini adalah, ia bukan siapa-siapa. Hanya manusia biasa, atas pertolongan Allah.
---
Apa pelajaran berharga yang kutemui lepas usia 20-an?
Itulah tentang, seni memaknai hidup.
Kondisi tiap orang itu berbeda.
Ada yang dilebihkan dalam banyak aspek dalam hidupnya, tapi ada juga ujian di aspek yang lainnya.
Itu memang sudah ketetapan-Nya, kan?
Segala suka dan duka, dipergilirkan.
Karena kondisi tiap orang yang berbeda, maka tak perlulah untuk menjadikan pembandingnya.
Ada yang mampu meniti pendidikan lanjut di usia sekian, namun ada yang masih meniti karir atau merintis bisnis yang masih sangat muda, menjadi tulang punggung keluarganya, bahkan, ada juga yang belum Allah beri kesempatan untuk memiliki penghasilan.
Dewasa ini, kondisi ideal itu bukan lagi menjadi acuan hidup seseorang (namun memang mungkin masih bisa diupayakan). Melainkan justru, ketidakidealan itulah yang membuat seseorang itu merasa lebih hidup.
Perjalanan tak melulu melewati jalan yang panjang dan lurus tanpa hambatan. Jalan tol sekalipun, ia memiliki kelokan dan tanjakan, pun tak selamanya melewati jalan tol, adakalanya ia melewati jalan pegunungan yang dipenuhi oleh kerikil dan tebing curam.
Standar kebahagiaan tiap manusia-pun berbeda. Kebahagiaan adalah justru saat hatimu merasa lapang, ada hal yang hanya mampu dirasakan oleh orang tersebut yang mungkin tak mampu dirasakan orang lain dengan kondisi yang sama.
Semuanya, relatif.
Tidak ada parameter baku atas itu melainkan hanya taqwa-lah sebagai parameter atas kesuksesan negeri akhirat kelak.
Ingatlah selalu perkataan ustadzah waktu itu,
"Aul, nikmati saja prosesnya. Kita tak bisa menyamakan pencapaian kita dengan orang lain, karena start tiap orang pun berbeda. Jangan sampai justru hal tersebut yang buatmu patah semangat, dan malah buat tidak bersyukur."
"Manusia itu selalu dihadapkan dengan dua: sabar dan syukur. Jika ia ditimpa musibah apakah ia mampu bersabar dan tetap bersyukur? Jika ia diberi nikmat, apakah ia mampu untuk terus bersyukur dan tetap bersabar akan segala ujian hati?"
Ah ya, manusia-manusia yang pernah aku temui mungkin bukan manusia ambisius, tapi mereka konsisten atas perubahannya dari hari ke hari.
Satu lagi, mereka sangat tawadhu padahal aku tahu sekali kalau keilmuan yang mereka punya sudah sangat tinggi. Tapi selalu tutur dan sikapnya, tak pernah mencerminkan keangkuhan akan apapun. Yang diyakini adalah, ia bukan siapa-siapa. Hanya manusia biasa, atas pertolongan Allah.
---
Apa pelajaran berharga yang kutemui lepas usia 20-an?
Itulah tentang, seni memaknai hidup.
Post a Comment