
Meluaskan Sabar
24 April, 2025
•
0 comment {s}
Postingan ini ditulis pukul 02.00 WIT setelah anakku kembali tertidur.
Meluaskan sabar.
Dua kata yang saat ini benar-benar tidak mudah. Kukira aku sudah cukup sabar dan tenang saat menyikapi segala ketegangan yang muncul dalam hidup.
Ternyata, aku belum cukup sabar.
Menjadi ibu adalah pembelajaran sepanjang hayat. Jujur pertanyaanku ketika awal-awal memasuki fase motherhood adalah dengan perenungan kilas balik kehidupanku. Kita ambil secara general saja ya, ketika kita ingin mendalami suatu bidang keilmuan maka kita sudah mulai mempelajari ilmu tersebut bahkan sejak masa TK hingga perguruan tinggi dan akhirnya kita bisa menggeluti bidang tersebut. Yap peran pendidikan formal dan keahlian sebagai syarat utama.
Kini, aku bertanya-tanya, bagaimana untuk mempersiapkan diri menjadi orang tua? Kita tidak pernah diajarkan secara khusus kurikulum kehidupan seperti ilmu berumah tangga, ilmu menjadi orang tua, ilmu mengasuh anak, ilmu mengasihi dan memberi makan anak, dll bahkan sesederhana bagaimana menggendong bayi dan memandikannya. Sangat jarang orang tua yang membekali ilmu itu bagi anaknya.
Ilmu itu didapat ketika ia memang sudah berniat untuk memasuki fase tersebut dan itu juga kembali pada kesadaran diri masing-masing untuk mendapatkan ilmu tersebut. Belum tentu juga lengkap seperti apa yang kita inginkan.
Banyak dari kita yang menerapkan konsep "Learning by Doing". Baiknya adalah ketika kita benar-benar mempelajari dan langsung mengamalkannya, namun tak jarang juga pengasuhan anak dijadikan sebagai uji coba (eksperimen) dengan melakukan kesalahan terlebih dahulu pada anaknya, baru diperbaiki di kemudian hari jika sadar. Kalau tidak? Ya wassalam.
Betapa pentingnya mempersiapkan manusia kecil yang baru belajar dan mengenal kehidupan. Ternyata memang sepenting itu untuk mendidik suatu generasi. Bukan hanya tentang bagaimana memilihkan sekolah terbaik, namun jauh sebelum itu bahkan sejak masa mengandung dan periode awal kehidupannya. Itu, benar-benar tidak mudah. Betapa pentingnya bekal ilmu dan kesiapan. Benarlah seorang ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya. Bukan tentang yang penting anak bisa hidup, tapi tentang apa yang kelak akan kita tanamkan padanya tentang kehidupan.
Menjadi ibu baru benar-benar menuntutku untuk kembali meluaskan sabar. Perkara sabar ketika belum langsung diberikan amanah tersebut, sabar ketika merasakan kepayahan yang bertambah-tambah saat mengandung, sabar ketika menahan sakit saat melahirkan. Apakah itu sudah selesai? Oh tentu belum. Temanku pernah berkata, "Setelah melahirkan adalah gerbang baru 'ujian' untuk kita." Yap. Ujian untuk menaikkan level kesabaran kita.
Menjadi orangtua adalah aplikasi dari konsep sabar itu. Sesederhana menikmati setiap tangisan bayi yang entah apa: lapar, haus, tidak nyaman karena popok penuh, atau bosan. Juga terjaga di tengah malam adalah hal yang biasa. Mempersiapkan pakaian bersihnya, memandikannya, memasak makanannya, hingga menyuapinya, pasti memiliki tantangan yang berbeda.
Lelah dan kurangnya waktu tidur, kadang membuat emosi menjadi kurang stabil. Perubahan fisik dan suasana hati kerap kali memperburuk keadaan. Kadang suara tangis bayi pun terasa sangat mengganggu di tengah waktu istirahat yang mungkin tidak banyak. Tentu itu hal yang sangat wajar. Banyak orang pasti akan memakluminya.
Terlebih, jika hal itu dilakukan tanpa support system yang baik. Anak rantau sepertinya paham betul bagaimana roller coasternya peran baru itu yang hanya dijalani berdua oleh pasangan, tanpa bantuan siapapun. Belum lagi, banyak juga urusan domestik yang harus diselesaikan.
Ya Rabb, lagi-lagi meluaskan sabar dan mengeja syukur itu sangat penting sekali. Bukan hanya tentang pemahaman maknanya, melainkan juga penerapannya.
Memang rutinitas yang berulang ini cukup membuat kita lelah dan kerap kali bosan untuk dilakukan. Tapi bagaimanapun, ketika Allah telah mengamanahinya, itu tanda bahwa Allah percaya kita mampu melakukannya. Niatkan segalanya hanya untuk Allah, benar-benar karena-Nya, ini adalah jalan juang yang sangat berlimpah pahala jika dilakukan dengan ikhlas, ridha lillahi ta'ala. Jangan pernah bosan untuk terus belajar.
Semoga siapapun yang sedang menuju ke sana, Allah berkahi, mudahkan, dan senantiasa Allah bimbing perjalanannya. Tidak ada yang terlalu cepat, pun tidak ada yang terlalu lambat, semuanya telah Allah gariskan dalam catatan takdir masing-masing.
Teruslah semangat untuk mengilmuinya, karena kita akan membersamai tumbuh kembangnya. Membersamai hamba Allah untuk mengenal Penciptanya.
Postingan ini ditulis pukul 02.00 WIT setelah anakku kembali tertidur.
Meluaskan sabar.
Dua kata yang saat ini benar-benar tidak mudah. Kukira aku sudah cukup sabar dan tenang saat menyikapi segala ketegangan yang muncul dalam hidup.
Ternyata, aku belum cukup sabar.
Menjadi ibu adalah pembelajaran sepanjang hayat. Jujur pertanyaanku ketika awal-awal memasuki fase motherhood adalah dengan perenungan kilas balik kehidupanku. Kita ambil secara general saja ya, ketika kita ingin mendalami suatu bidang keilmuan maka kita sudah mulai mempelajari ilmu tersebut bahkan sejak masa TK hingga perguruan tinggi dan akhirnya kita bisa menggeluti bidang tersebut. Yap peran pendidikan formal dan keahlian sebagai syarat utama.
Kini, aku bertanya-tanya, bagaimana untuk mempersiapkan diri menjadi orang tua? Kita tidak pernah diajarkan secara khusus kurikulum kehidupan seperti ilmu berumah tangga, ilmu menjadi orang tua, ilmu mengasuh anak, ilmu mengasihi dan memberi makan anak, dll bahkan sesederhana bagaimana menggendong bayi dan memandikannya. Sangat jarang orang tua yang membekali ilmu itu bagi anaknya.
Ilmu itu didapat ketika ia memang sudah berniat untuk memasuki fase tersebut dan itu juga kembali pada kesadaran diri masing-masing untuk mendapatkan ilmu tersebut. Belum tentu juga lengkap seperti apa yang kita inginkan.
Banyak dari kita yang menerapkan konsep "Learning by Doing". Baiknya adalah ketika kita benar-benar mempelajari dan langsung mengamalkannya, namun tak jarang juga pengasuhan anak dijadikan sebagai uji coba (eksperimen) dengan melakukan kesalahan terlebih dahulu pada anaknya, baru diperbaiki di kemudian hari jika sadar. Kalau tidak? Ya wassalam.
Betapa pentingnya mempersiapkan manusia kecil yang baru belajar dan mengenal kehidupan. Ternyata memang sepenting itu untuk mendidik suatu generasi. Bukan hanya tentang bagaimana memilihkan sekolah terbaik, namun jauh sebelum itu bahkan sejak masa mengandung dan periode awal kehidupannya. Itu, benar-benar tidak mudah. Betapa pentingnya bekal ilmu dan kesiapan. Benarlah seorang ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya. Bukan tentang yang penting anak bisa hidup, tapi tentang apa yang kelak akan kita tanamkan padanya tentang kehidupan.
Menjadi ibu baru benar-benar menuntutku untuk kembali meluaskan sabar. Perkara sabar ketika belum langsung diberikan amanah tersebut, sabar ketika merasakan kepayahan yang bertambah-tambah saat mengandung, sabar ketika menahan sakit saat melahirkan. Apakah itu sudah selesai? Oh tentu belum. Temanku pernah berkata, "Setelah melahirkan adalah gerbang baru 'ujian' untuk kita." Yap. Ujian untuk menaikkan level kesabaran kita.
Menjadi orangtua adalah aplikasi dari konsep sabar itu. Sesederhana menikmati setiap tangisan bayi yang entah apa: lapar, haus, tidak nyaman karena popok penuh, atau bosan. Juga terjaga di tengah malam adalah hal yang biasa. Mempersiapkan pakaian bersihnya, memandikannya, memasak makanannya, hingga menyuapinya, pasti memiliki tantangan yang berbeda.
Lelah dan kurangnya waktu tidur, kadang membuat emosi menjadi kurang stabil. Perubahan fisik dan suasana hati kerap kali memperburuk keadaan. Kadang suara tangis bayi pun terasa sangat mengganggu di tengah waktu istirahat yang mungkin tidak banyak. Tentu itu hal yang sangat wajar. Banyak orang pasti akan memakluminya.
Terlebih, jika hal itu dilakukan tanpa support system yang baik. Anak rantau sepertinya paham betul bagaimana roller coasternya peran baru itu yang hanya dijalani berdua oleh pasangan, tanpa bantuan siapapun. Belum lagi, banyak juga urusan domestik yang harus diselesaikan.
Ya Rabb, lagi-lagi meluaskan sabar dan mengeja syukur itu sangat penting sekali. Bukan hanya tentang pemahaman maknanya, melainkan juga penerapannya.
Memang rutinitas yang berulang ini cukup membuat kita lelah dan kerap kali bosan untuk dilakukan. Tapi bagaimanapun, ketika Allah telah mengamanahinya, itu tanda bahwa Allah percaya kita mampu melakukannya. Niatkan segalanya hanya untuk Allah, benar-benar karena-Nya, ini adalah jalan juang yang sangat berlimpah pahala jika dilakukan dengan ikhlas, ridha lillahi ta'ala. Jangan pernah bosan untuk terus belajar.
Semoga siapapun yang sedang menuju ke sana, Allah berkahi, mudahkan, dan senantiasa Allah bimbing perjalanannya. Tidak ada yang terlalu cepat, pun tidak ada yang terlalu lambat, semuanya telah Allah gariskan dalam catatan takdir masing-masing.
Teruslah semangat untuk mengilmuinya, karena kita akan membersamai tumbuh kembangnya. Membersamai hamba Allah untuk mengenal Penciptanya.