blog follow
Apa yang tak mampu diucapkan oleh lisan, mampu dirasakan oleh hati, dan diterjemahkan melalui tulisan. Selamat bergabung menjadi teman cerita!

Utuh
Untaian Takdir
Mewujudkanmu
Ujian
Saling Mencari
Berteman Dengan Kematian
Tamat
Duniaku
Bulan Ditelan Malam
Memeluk Luka

Skin By : Adam Faiz
Edited By : Me
Colour Code : HTML COLOUR
Big Help : Wanaseoby


Harapan Yang Tak Kudoakan
11 March, 2024 • 0 comment {s}



Mengenai diri ini, mana yang terbaik untukku di masa depan? Tak akan tahu. Karena bagiku, hal yang terbaik selalu kupintakan padaNya.


"Bukankah hal terbaik itu datang dariNya?"


Kita boleh menginginkan sesuatu, namun berlebihan terhadap suatu harapan selain diriNya hanya akan mendatangkan rasa sakit. Aku perlu menutup rasa, agar rasa sakit itu tak terulang. Cukup pasrahkan semua kepadaNya karena kuyakin Ia akan mendatangkan yang terbaik.


Bukan suatu hal yang mudah untukku, perlu satu tahun kurang untuk menetralkan hati dan perasaan, membiarkannya agar kembali normal.


Lagi dan lagi ini tentang yang terbaik. Terpisah mungkin akan disatukan, nyatanya tidak. Pertemuan itu hanya sekedar tegur sapa saja, tak lebih. Saat yang tepat bagiku untuk menutup buku tersebut dan bergegas untuk mencari buku yang perlu kubawa.


Kumohonkan kepada Ia yang kupercaya untuk membawakan buku yang kuperlukan.


Tak lama setelah peristiwa tersebut, kudapati halaman depan buku yang terkirim, tak banyak, hanya saja belum bisa kubawa pulang.


"Mungkin belum saatnya."


Bagiku sederhana saja, tak perlu mewah.

Ini bukan tentang kesempurnaan. Jika aku beralasan untuk terus mencari yang lebih baik, pasti aku akan terus mencari tanpa henti karena akan selalu menemukan yang lebih baik, tak ada komitmen.


Untuk memutuskan buku mana yang akan kubawa pulang, aku perlu persetujuan dari malaikat tanpa sayapku, juga perlu ketelitian dalam memahami maksudnya.


Hingga sore itu, sebuah kiriman datang.

Siapa dirimu, menyapa dalam heningnya waktu? Dalam kesibukan rutinitasku, kau datang. Dengan sebuah tulisan tentang dirimu. Pengantar kiriman tersebut datang dan mengatakan, "Semoga cocok ya."


Waktu yang berlalu tidaklah sebentar, jarak kedatanganmu dengan yang lain tiga bulan lamanya. Kehadiranmu sedang tak kupikirkan, karena kesibukan ini membuat fokusku berubah ke hal yang lain.


Datangnya dirimu sedang tak kuharapkan. Memangnya siapa aku saat ini untukmu? Kenal pun tidak. Tegur sapa dan melihatmu pun tak pernah.


Saat kubaca lembar pertama dan lembar-lembar berikutnya, kau berbeda. Tak seperti buku lain, rinci dan setiap hal dideskripsikan dengan sangat baik. 


Delapan puluh persen kau sesuai dengan harapan yang tak kudoakan selama ini. Terkejut, bahagia, dan terharu, campur aduk.


Tak perlu waktu lama, setelah diperkenalkan melalui tulisanmu. Rasa penasaran pun semakin menjadi. Tak perlu waktu lama, kurang dari dua puluh empat jam kuputuskan untuk membawa buku tersebut dan menemani hari-hariku selanjutnya. Sepekan kemudian, kau melakukan hal yang sama. Tak kusangka, kau mau menemaniku.


Banyak pertanyaan yang ingin kutanyakan. Apakah perlu kutanyakan kembali? Syarat utama bagiku sudah kau penuhi.


Pertemuan pun berlanjut, satu jam lamanya kita saling melempar tanya, tak kusangka pada pertemuan itu jawabanmu mengejutkan, semua bagian itu lengkap sudah.


Tak perlu kutanyakan, kau menjawabnya sendiri. Ingin rasanya kutumpahkan air mata saat itu juga. Mengubur rasa selama setahun kurang seakan-akan terbayar saat itu juga.


Namun satu pertanyaanmu yang membuatku tak siap untuk menjawabnya,


"Apakah akan ada opsi LDR?"


Terkejut.


Aku faham, bukan hal yang mudah bagi orang yang baru kenal untuk memutuskan pergi berlayar jauh bersama.


Saat itu, ia diberi waktu tiga hari untuk  memutuskan hasil dari pertemuan tersebut.


Jawabanku sepenuhnya kuserahkan padanya. Aku tak ingin memaksa dirimu untuk ikut berlayar jauh yang mungkin akan membuatmu melepas segala mimpi yang selama ini dalam upaya untuk kau wujudkan, juga tentang keluarga yang selama ini membersamai. Aku pasrahkan padaNya.


Namun tak kusangka, dirimu siap untuk berlayar jauh bersamaku. Tiga September, kuberanikan diri meminta izin dan restu kedua orangtuamu untuk membawamu ikut bersamaku. Sempurna sudah perasaan ini menjadi satu. Tak terbayangkan, harapan yang tak kudoakan selama ini menjadi kenyataan.


Ilmuku masih belum banyak, sangat mungkin segala keputusan yang kuambil ternyata salah, sehingga semua harus kupasrahkan padaNya.


Terima kasih untuk dirimu, sudah mau menjadi temanku. Terima kasih, sudah mau menyempurnakan separuh agamaku.


Dirimu adalah hal yang kupasrahkan kepadaNya. Enam Januari, semua doa dan kepasrahanku terwujud.


Terima kasih ya Allah, atas kisah indah ini yang ternyata Kau wujudkan.


---


Fahmi Yusuf Adiwijoyo, 4 Januari 2024

Dengan beberapa penyuntingan oleh pemilik Blog.


Post a Comment



Older | Newer


Older | Newer